Pendidikan

Sejauh Mana Kesenjangan Pendidikan antara di Pedalaman dengan Perkotaan

kesenjangan pendidikan

Pendidikan adalah bagian dari hak kita sebagai warga negara. Dari perkotaan sampai pedalaman, semua berhak menerima pendidikan yang layak. Namun kenyataannya, kesenjangan terkait pendidikan antara dua golongan wilayah ini masih sangat terasa. Bangunan yang keropos, jumlah siswa yang sedikit, dan rendahnya kompetensi guru adalah sebagian dari sekian banyak masalah pendidikan yang seringkali hadir di wilayah pelosok.

Padahal, pendidikan yang merata akan mendukung tujuan pendidikan nasional untuk mencetak sumber daya manusia yang cerdas, berkepribadian dan berkarakter baik, kreatif, sehingga tumbuh menjadi warga negara dengan tanggung jawab yang baik pula. Semua itu hanya bisa terwujud apabila proses belajar mampu menjadi tempat yang tepat untuk para peserta didik menempa minat bakatnya.

Sahabat, kesenjangan sebagai masalah pendidikan ini memang bukan sesuatu yang bisa diatasi dengan mudah, namun kita masih bisa berupaya untuk memperkecil jurang pemisahnya antara pendidikan di pedalaman dan perkotaan. Lalu, sejauh mana kesenjangan antara di pedalaman dan perkotaan? Yuk kita ulas bersama masalah pendidikan berikut.

Akses Jalan di Perkotaan dan Pedalaman

Pernahkah Sahabat pergi ke sekolah mengendarai perahu? Jika iya, maka kisah Sahabat mungkin saja sama dengan pejuang pendidikan di pedalaman Kepulauan Riau berikut ini. Tepatnya di Pulau Manda, mayoritas guru dan siswanya harus bersusah payah turun dermaga, kemudian melintasi lautan demi bisa ke sekolah. Sedangkan harga sewa perahu tersebut adalah Rp 2.000.000/bulan. Jika dibandingkan dengan gaji guru honorer di pedalaman, jumlah tersebut sangat pas-pasan untuk biaya sehari-hari.

Sekarang, mari kita bandingkan dengan sekolah di perkotaan. Di kota, kita dapat dengan mudah menjumpai angkot, bis, kereta, ojek dan kendaraan umum lainnya. Maraknya ojek online juga semakin memudahkan mobilisasi dari satu ke tempat lain.

Selain perbedaan transportasi, medan yang dilalui juga jauh berbeda. Di kota, normalnya siswa akan berangkat sekolah melalui jalan raya. Berbeda dengan di desa, terlebih pedalaman, maka semakin pelosok jalannya akan semakin terjal. Sempit, berlumpur, berbatu, melalui semak belukar, dan lain sebagainya yang menyulitkannya untuk dilalui.

Baca Juga: Mengulas Masalah Utama Pendidikan di Pedalaman Indonesia

Tenaga Pengajar di Perkotaan dan Pedalaman

Masuk ke masalah pendidikan dari faktor pengajar. Selain yang sering disebutkan yakni kurangnya kompetensi guru di pedalaman sebagai pengajar, ada juga faktor lain yang memengaruhi semangat mereka dalam mengajar.

Salah satu diantaranya adalah ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diampu di sekolah. Perasaan tidak cocok itu mampu menekan motivasi yang seharusnya dimiliki oleh pengajar. Kemudian, wilayah pedalaman juga tak memiliki fasilitas hiburan seperti di kota. Tak heran apabila banyak guru yang ditugaskan di pedalaman memilih untuk pindah saja.

Meski demikian, di pedalaman juga lah kita bisa menemukan guru-guru inspiratif yang mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencapai sekolah. Jauh di pedalaman sana, masih banyak guru yang harus menempuh perjalanan melalui jalan yang jelek dan berbahaya untuk mencapai anak-anak didiknya.

Belajar Daring di Perkotaan dan Pedalaman

Masalah pendidikan juga turut hadir di tengah perjuangan masyarakat menghadapi covid-19. Masa pandemi akibat covid-19 mengakibatkan seluruh masyarakat dipaksa untuk menyesuaikan keadaan agar penyebaran virus tidak semakin meluas. Salah satunya dengan dilangsungkan pembelajaran daring, tak terkecuali di wilayah pelosok.

Berbagai hambatan muncul di tengah wilayah terpencil yang ikut terdampak oleh pandemi. Akses belajar yang membutuhkan internet, kuota, dan hambatan lainnya membuat tingkat putus sekolah semakin besar. Faktor lain di masa itu adalah perekonomian yang sulit dan serba susah. Tak sedikit siswa yang lebih memikirkan bagaimana mencari uang untuk kehidupan sehari-hari dari pada pendidikan.

Masa sulit saat pandemi juga terjadi di perkotaan. Bedanya, ketersediaan internet di kota jauh lebih memadai. Cara menggunakan media-media digital juga lebih familiar dibanding bagi mereka yang tinggal jauh di pedalaman.

Bukan hanya siswa, peran guru dan orang tua juga memengaruhi keberlangsungan belajar daring. Sudahkah Sahabat bayangkan, bagaimana sulitnya orang tua di pedalaman harus tiba-tiba membimbing anak belajar di rumah? Sedangkan mereka sendiri tidak familiar dengan alat pembelajaran serta disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan.

Baca Juga: Kenapa Pendidikan di Pedalaman Tertinggal Dibandingkan Daerah Lain

Fasilitas Belajar di Perkotaan dan Pedalaman

Masalah pendidikan selanjutnya tentu dari segi sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Keterbatasan itu menjadi salah satu kendala yang menyebabkan kualitas SDM sulit berkembang. Para siswa di pedalaman tidak bisa merasakan fasilitas terbaik yang bisa mereka jumpai di sekolah-sekolah perkotaan.

Beberapa fasilitas yang terlihat biasa di kota namun terkesan mewah di pedalaman adalah laboratorium komputer, bangku dan meja bagus, fasilitas internet, sarana olahraga, dan perpustakaan yang lengkap. Kesenjangan ini kemudian bisa berdampak pada perkembangan dan motivasi para siswa untuk terus belajar.

Sahabat, sangat disayangkan bahwa masih banyak siswa-siswi daerah belum bisa menikmati fasilitas sekolah sebaik sekolah-sekolah di perkotaan. Sedangkan persaingan di mana pun mereka berada tetaplah sama. Proses penerimaan mahasiswa baru hingga rekrutmen pekerjaan akan berlaku sama untuk siapa saja.

Kesenjangan ini sangat membatasi kesempatan SDM di  pedalaman untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Semoga uraian di atas mampu memotivasi kita bersama untuk mengatasi masalah pendidikan dan mendukung kemajuan pendidikan di pedalaman. 

Referensi

http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13533/6320
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1129