Kurban

Fiqih Kurban dan Anjuran Berkurban ke Daerah di Pelosok

fiqih dan perintah Allah untuk berkurban

Secara bahasa, fiqih kurban terbagi menjadi dua definisi. Fiqih berasal dari kata faqiha-yafqahu-faqihan, artinya mengerti atau paham. Maksudnya adalah mengerti sekaligus memahami ajaran Islam berdasarkan tuntunan Al Quran dan Assunnah (hadist).

Sementara pengertian kurban akar katanya adalah qariba-yaqrabu-kurban wa kurbanan wa qirbana yang berarti dekat. Apabila dijabarkan, dekat di sini berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan sebagian perintah-Nya.

Kurban menurut agama merujuk pada istilah udhhiyah, artinya sembelihan pada Hari Idul Adha. Terkait hal ini, para ulama kemudian memberikan kesimpulan lebih spesifik, seperti yang akan dibahas pada poin-poin berikut ini :

Perintah Allah untuk Berkurban

Sejak masa awal peradaban, Allah memerintahkan manusia untuk berkurban.

Orang pertama yang menerima perintah tersebut adalah Nabi Adam melalui kedua putranya, Habil dan Qabil (Surat Almaidah ayat 27). Lalu Nabi Ibrahim beserta putranya, Ismail (Surat Ashaffat ayat 102), hingga ketika masa dakwah Rasulullah SAW.

Rasulullah sebagai pengemban nubuat Allah Ta’ala yang terakhir menyatakan anjurannya atas perintah tersebut. Menurut hadis riwayat dari At Tirmidzi dari Aisyah RA, mengatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda.

Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berkurban). Kurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berkurban.”

Ketentuan dalam Fiqih Kurban

ketentuan fiqih tentang kurban

Masih terdapat silang pendapat mengenai hukum kurban. Ada yang menyebutnya wajib bagi orang yang mampu. Ada pula pendapat bahwa hukum kurban sunah muakad (sunah dengan penekanan).

Namun, sebagian ulama juga mengajukan sebuah jalan tengah, yaitu menganjurkan mereka yang mampu supaya tidak meninggalkan berkurban. Karena seperti sabda Rasulullah SAW., hakikat kurban adalah sarana untuk memperbaiki jiwa sehingga hati akan tenang lagi tentram.

Menurut beberapa versi fiqih kurban, seekor unta atau sapi boleh diatasnamakan untuk tujuh orang. Sementara kambing dan domba hanya boleh untuk satu orang.

Tambahan lagi, akan lebih baik jika Sahabat memilih hewan yang berasal dari peternak-peternak lokal atau daerah pelosok yang kesulitan memasarkan komoditasnya. Karena dengan begitu, Sahabat dapat sekaligus juga membantu perekonomian mereka.

Waktu Penyembelihan

menyembelih hewan kurban

Fiqih kurban tidak mengatur secara rinci mengenai jam-jam pelaksanaan menyembelih heewan kurban. Namun, jika merujuk istilah udhhiyah yang berasal dari kata dhaha yang berarti waktu dhuha, pelaksanaan kurban dianjurkan sejak waktu dhuha hingga terbenamnya matahari.

Waktu penyembelihan menurut kesepakatan sebagian besar ulama, jatuh pada empat hari dalam bulan Zulhijah. Tepatnya tanggal 10 Zulhijjah (Iduladha) dan tiga hari Tasyrik (tanggal 11 sampai 13 Zulhijjah).

Perlu Sahabat ketahui bahwa menurut fiqih kurban, penyembelihan yang diwakilkan atas seizin yang punya hajat itu diperbolehkan.

Apabila ingin menyembelih hewan kurban untuk masyarakat di wilayah tertentu juga dianggap sah jika kita memercayakannya kepada pihak lain yang bersedia serta mampu untuk menyelenggarakannya.

Baca Juga : Pengertian Kurban dalam Islam dan Prioritas Pelosok

Kriteria Hewan Sembelihan

kriteria hewan kurban

Sebenarnya hasil kesepakatan para ulama membolehkan segala jenis hewan ternak untuk disembelih. Namun terdapat beberapa jenis binatang ternak yang memiliki keutamaan tersendiri bila dijadikan kurban. Jenis-jenis hewan tersebut, antara lain unta, kambing, sapi, dan domba.

Meski demikian, pihak penyelenggara harus bisa memastikan bahwa hewan kurban pilihan mereka telah memenuhi kriteria. Di sinilah fiqih kurban berperan penting dalam menentukan kriteria hewan kurban layak sembelih.

Setidaknya ada dua hadis nabi yang mengutarakan anjuran beliau tentang memilih hewan kurban. Hadis pertama dari riwayat HR Bukhari dan Muslim, mengungkapkan bahwa ada empat kriteria mengapa hewan kurban dianggap tidak sah.

Pertama, jika hewan sedang dalam kondisi cacat, misalnya pada mata atau kakinya, hilang salah satu bagian tubuhnya, sedang sakit, serta terlalu kurus dan tidak berlemak lagi.

Sementara hadist kedua diriwayatkan oleh HR Muslim, mengatakan bahwa Rasulullah SAW. melarang kita menyembelih binatang yang belum cukup umur.

Namun apabila sulit menemukannya, beliau memperbolehkan domba berusia satu tahun lebih. Kedua hadis di atas menjadi dasar ketentuan fiqih kurban hingga kini.

Batas usia hewan mulai boleh dikurbankan adalah jika telah menginjak usia musinnah atau usia dewasa. Adapun usia dewasa setiap jenis binatang ternak berbeda-beda.

Unta dikatakan dewasa ketika berusia minimal lima tahun, sapi pada umur dua tahun. Lain halnya dengan kambing dan domba yang boleh dikurbankan saat telah berumur satu tahun.

Memanfaatkan Daging Kurban

memanfaatkan daging kurban

Secara spesifik, anjuran fiqih kurban untuk pembagian daging adalah sebagai berikut; sepertiga untuk fakir miskin, sepertiga sebagai hadiah buat orang lain, sementara sepertiga sisanya boleh diambil untuk diri sendiri dan keluarga.

Banyak ulama menyepakati ketentuan tersebut, meskipun dasar hadisnya cukup lemah. Perbedaan pendapat ulama memang biasa dalam dunia Islam. Hanya saja, sepertinya semua sepakat pada satu hal, yakni jual beli daging kurban haram hukumnya.

Daging kurban boleh dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan umat. Dalam hal ini, penyelenggara kurban masih diperkenankan mengambil bagiannya sendiri dengan porsi secukupnya.

Namun, terdapat keutamaan tersendiri apabila penyelenggara kurban bersedia mendistribusikan sebagian besar daging kepada fakir miskin sebagai sedekah.

Terlebih jika golongan masyarakat tersebut jauh dari jangkuan, berada di wilayah terpencil, memiliki keterbatasan finansial, serta jarang merasakan kenikmatan menyantap daging.

Boleh pula menjadikan daging kurban sebagai hadiah bagi orang lain. Misalnya saudara jauh, para tetangga, atau kerabat muslim lainnya tanpa memSahabatng status sosialnya.

Tujuannya demi mempererat hubungan antar umat Islam sekaligus tali silaturahmi dalam pergaulan sosial.

Hal tersebut lebih baik daripada menyimpan daging kurban untuk diri sendiri, kecuali jika datang masa paceklik sehingga daging boleh disimpan sebagai persediaan.

Itulah sekilas mengenai fiqih kurban. Dengan mengetahuinya, Sahabat pun terhindar dari melakukan kesalahan tatkala menunaikan ibadah kurban. Sahabat bisa juga melihat keseruan kurban di pedalaman di sini.