Ketimpangan sosial adalah sebuah kondisi ketika porsi akses pemanfaatan sumber daya tidak tersebar secara merata. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan peran antara individu atau kelompok masyarakat. Dampaknya bisa memicu timbulnya jarak dalam pergaulan, perbedaan status sosial, kecemburuan, hingga diskriminasi.
Penyebab ketimpangan sosial kebanyakan disebabkan oleh pembangunan yang kurang merata. Contoh ketimpangan sosial terjadi pula di Indonesia. Saking luasnya wilayah, pemerintah mengalami kesulitan dalam memeratakan pembangunan.
Pembangunan infrastruktur pun didominasi di wilayah Pulau Jawa. Sementara daerah lain harus rela menjadi prioritas kedua.
Ketimpangan Sosial di NTT
Daftar Isi
Apalagi Indonesia timur, wilayahnya jauh dari pusat pemerintahan dan perekonomian. Dan itu merupakan salah satu bentuk ketimpangan sosial. Sebenarnya tingkat ketimpangan ekonomi Indonesia Timur masih lebih baik dibandingkan dengan barat. Indeks rata-rata 0,83 untuk kawasan barat, sementara timur hanya 0,45. Makin kecil angkanya, berarti daerah tersebut lebih merata perekonomiannya.
Namun, jika melihat peran serta daerah terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, diketahui bahwa kawasan Indonesia timur tertinggal jauh. Data BPS menunjukkan Pulau Jawa menyumbang sekitar 59 persen, Pulau Sumatera memberikan porsi 21,14 persen. Di sisi lain, pulau-pulau di timur seperti Maluku dan Papua, masing-masing hanya memiliki andil sebesar 3,06 dan 2,27 persen.
Penyebab ketimpangan sosial
Angka-angka tadi pasti akan memuncul pertanyaan di benak Anda. Apakah penyebab begitu besarnya ketimpangan sosial antara wilayah Indonesia timur dan barat?
Jawaban pertanyaan itu pun cukup sederhana, yakni karena pemerintah gagal mengembangkan kawasan tersebut. Namun, apakah benar sesederhana itu? Tentu saja tidak. Nah, berikut ulasan beberapa penyebabnya secara spesifik.
1. Nihilnya keterlibatan daerah
Kegagalan pertama disebabkan karena pemerintah cenderung kurang melibatkan masyarakat setempat dalam pembangunan.
Kalaupun pembangunan berjalan sukses, warga setempat jarang merasakan secara langsung hasilnya. Pasalnya belum ada skema khusus yang menetapkan bahwa warga berhak memperoleh porsi lebih banyak daripada pusat soal pendapatan daerah.
2. Pendekatan yang kurang tepat
Sementara keterlibatan penduduk masih minim, pemerintah malah gemar melakukan intervensi militer. Sebut saja penempatan pasukan komando Papua sejak masa Orde Lama.
Berdalih melakukan pengamanan dari gerakan separatis, seiring waktu ternyata cenderung mengancam ketenteraman. Lebih jauhnya lagi dapat mengurangi minat investasi ekonomi di wilayah tersebut.
3. Buruknya birokrasi
Birokrasi Indonesia sudah terkenal buruk sejak lama. Bahkan untuk sekadar mengurus identitas kependudukan saja, prosesnya bisa berbelit-belit.
Apalagi perizinan usaha, di mana prosesnya bisa jauh lebih panjang serta memakan biaya lebih mahal. Belum lagi adanya berbagai momok, seperti pungutan liar yang membuat para pelaku usaha gentar memulai bisnisnya.
4. Strategi yang kurang efektif
Pemerintah telah mencoba melakukan pengembangan sejak tahun 1993. Salah satu tujuannya tentu guna mengurangi ketimpangan sosial. Tentang bagaimana usaha selama puluhan tahun tak menghasilkan perubahan signifikan, pasti ada yang salah dengan strateginya.
Selama ini belum ada sinergi antar instansi pemerintah, masing-masing masih bekerja sendiri-sendiri.
Sebagai contoh, sektor pariwisata harus membangun sendiri jalur akses menuju lokasi-lokasi potensial. Padahal, sudah ada badan pengembangan khususu urusan tersebut.
Selain itu, pemerintah tidak menerapkan konsentrasi pembangunan menurut potensi masing-masing wilayah dan perhatian mendalam terhadap pasar. Akhirnya pengembangan dinilai berjalan secara asal-asalan tanpa orientasi yang jelas.
Baca Juga : 8 Jejak Kebaikan Untuk Pedalaman
5. Minimnya Produktivitas
Inilah penyebab utama ketimpangan sosial Indonesia timur, sebagai akibat dari keempat faktor di atas. Jumlah barang produksi terbilang rendah untuk ukuran daerah berpopulasi tinggi.
Memang, pertumbuhan jumlah tenaga kerja Indonesia secara umum terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan Indonesia timur sebenarnya lebih baik dibandingkan wilayah barat. Dengan rata-rata peningkatan 3,48 persen selama kurun waktu 2002-2010.
Namun hal itu sebagian besar disebabkan oleh perpindahan tenaga kerja dari kawasan barat ke timur. Seiring laju industri pengolahan sumber daya alam dan pemekaran wilayah.
Sementara tenaga kerja setempat belum mumpuni untuk dapat mengembangkan industri di daerahnya sendiri.
Bagaimana solusi untuk mengatasi ketimpangan sosial?
Pemerintah telah menyodorkan sebuah solusi yang terbukti berdampak positif. Bermula pada tahun 2014, pemerintah pimpinan Presiden Jokowi meluncurkan gagasan tol laut, yakni jalur pelayaran bebas hambatan antar pelabuhan di Indonesia.
Tujuan tol laut tak lain untuk mempermudah persebaran barang produksi ke seluruh wilayah sehingga harganya pun lebih merata. Bagi masyarakat Indonesia timur, keberadaan tol laut telah sedikit mengikis ketimpangan sosial.
Biaya distribusi menjadi semakin murah dan prosesnya memakan waktu lebih singkat. Alhasil, dapat mengurangi kemungkinan kelangkaan barang, terutama kebutuhan pokok.
Apalagi, jangkauan tol laut juga cukup luas, hingga ke pelabuhan besar Indonesia timur, sebut saja Morotai dan Boevendigul. Sayangnya, beberapa pihak kemudian mengeluhkan operasional tol laut, salah satunya Kabupaten Maluku Barat Daya.
Sebelumnya, kapal dari Tanjung Perak, Surabaya langsung menyinggahi pelabuhan di sana. Akan tetapi sejak adanya perubahan jalur pada 2019, kapal tersebut transit terlebih dulu di Kepulauan Tanimbar, baru selanjutnya kembali ke Maluku Barat Daya.
Upaya Peningkatan Kapasitas Angkutan Tol Laut
Oleh karenanya pemerintah masih perlu meningkatkan kapasitas angkutan tol laut, baik melalui penambahan armada maupun efektivitas jalur pelayaran. Kalau tidak, harapan untuk menekan biaya produksi dan pemerataan harga barang mustahil akan terwujud.
Seiring pengembangan tol laut, pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana cara meningkatkan produktivitas wilayah.
Mungkin, pembangunan berikutnya harus berkonsentrasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pasalnya ini penting bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia timur, sekarang ataupun di masa depan.
Kualitas sumber daya manusia bukan cuma ditentukan oleh sistem pendidikan. Melainkan juga pembangunan berbagai sarana penunjang kehidupan serta perekonomian.
Mulai dari akses jalan, sarana transportasi umum, infrastruktur industri, pemukiman, komunikasi, fasilitas pendidikan, serta layanan kesehatan. Sampai yang lebih spesifik mengenai desentralisasi keuangan dan pembentukan BUM-Des.
Terpenuhinya semua aspek tersebut memungkinkan ketimpangan sosial antara wilayah Indonesia timur dan barat dapat dikurangi. Dengan demikian, tingkat kemiskinan bisa makin ditekan sehingga masyarakat lebih sejahtera. Sahabat juga bisa membantu mengatasi kemiskinan dengan berdonasi di sini.