Dalam setiap tahap pengobatan, diagnosis dokter selalu jadi hal paling penting karena menentukan setiap tahap tindakan untuk pasien. Jika salah, maka pengobatan akan jadi terhambat atau bahkan bisa menyebabkan kondisi pasien malah justru menjadi lebih buruk.
Menegakkan diagnosis suatu penyakit oleh seorang dokter seringkali tidak semudah yang dibayangkan. Beberapa kelainan atau penyakit yang berbeda sering menampakkan tanda dan gejala klinis yang sama. Sehingga dalam beberapa kasus acapkali terjadi “wrong diagnosis” atau kesalahan diagnosis atau overdiagnosis suatu penyakit padahal seseorang tidak menderitanya.
Tujuan adanya Diagnosis
Seperti kita ketahui, diagnosis dilakukan untuk menjelaskan gejala penyakit yang dialami oleh pasien, juga sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan pengobatan. Dengan demikian pasien jadi lebih memahami penyakit yang sedang ia derita serta penanganan kedepan agar bisa sembuh.
Sayangnya, di pedalaman kesalahan-kesalahan diagnosis seringkali terjadi. Terutama pada beberapa penerima kebaikan Insan Bumi Mandiri. Berikut ulasannya untuk Sahabat
1. Fasilitas Kesehatan yang Terbatas
Tak seperti di kota yang memiliki fasilitas kesehatan lengkap, sulit sekali menemukan fasilitas kesehatan yang memadai di pedalaman. Siapapun yang sakit biasanya diobati terlebih dahulu dengan obat tradisional. Jika sudah semakin parah kondisinya baru di bawa ke puskesmas atau mantri terdekat. Terkadang hal ini membuat pasien mengalami salah diagnosis.
Hal ini terjadi pada Ardiansyah, seorang anak yang berasal dari Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Awalnya, ia didiagnosa mengalami paru-paru bocor. Namun setelah diperiksa lebih lanjut ke rumah sakit yang lebih memadai fasilitasnya, ternyata Ardiansyah mengalami TBC dan juga gizi buruk.
2. Jauhnya Fasilitas Kesehatan yang Ada
Jarak menjadi kendala bagi masyarakat pedalaman yang ingin mendapatkan fasilitas kesehatan. Bayangkan saja, untuk menuju ke rumah sakit yang layak di Kota Mataram. Warga di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) harus menempuh perjalanan 8 jam 29 menit melalui jalur darat dan laut.
Kondisi serupa juga dirasakan masyarakat Pulau Longos, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di pulau ini, tak ada satupun fasilitas kesehatan di sana. Mereka harus menempuh berjam-jam lainnya menaiki perahu motor. Bahkan, seorang ibu hamil meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Jauhnya fasilitas kesehatan dari kampung warga membuat warga lebih sering mengira-ngira indikasi penyakit mereka. Sebab ongkos untuk pergi ke rumah sakit terdekat saja pasti mahal mengingat jaraknya yang jauh
3. Minimnya Pengetahuan Masyarakat
Kesadaran masyarakat di pedalaman tentang pentingnya kesehatan masih tergolong rendah. Mereka masih belum memahami gejala-gejala penyakit punya potensi menjadi lebih parah.
Nabila adalah salah satu contoh kasusnya, gadis berusia 15 tahun ini awalnya mengira bahwa timbulnya ruam di kulitnya hanyalah penyakit kulit biasa. Setelah diperiksa ke puskesmas terdekat, mantri juga berkata demikian, membuat Nabila dan keluarganya tak terlampau khawatir.
Namun, ternyata ruam di kulitnya menyebar hingga seluruh tubuh. Orangtuanya pun membawa Nabila ke rumah sakit. Oleh dokter, Nabila didiagnosa mengalami iktioisis, sebuah kelainan kulit yang menyebabkan kulit bersisik dan kasar seperti kulit ikan. Sedihnya, jenis penyakit ini tidak bisa disembuhkan.
Sahabat, begitulah alasan kenapa kesalahan diagnosa penyakit di pedalaman bisa terjadi. Kita doakan semoga mereka selalu diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala macam penyakit. Amiin ya rabbal alamin.
Di akhir tahun ini, mari kita sisihkan rezeki kita untuk mereka yang membutuhkan. Klik di sini.