IKHSAN: Hangatnya Toleransi Antarumat Beragama di Pedalaman NTT

Perkenalkan nama saya Nur Ikhsan,
sejak kuliah saya sering terlibat dalam berbagai riset terutama mengenai
community development. Seiring
berjalannya waktu, saya senang dengan dunia kerelawanan hingga menjadi
passion dalam bidang ini.

Sudah hampir satu tahun saya
menjadi Insan IBM, tepatnya pada 3 Agustus 2017 lalu. Saya bertugas
menghubungkan berbagai sumber kebaikan, mulai kebaikan dari Sahabat Pedalaman di
seluruh penjuru negeri sampai para Insan IBM yang berada di pedalaman, atau
biasa disebut Monitoring and Evaluation (Monev).
Oleh sebab itu, perjalanan panjang dalam menyalurkan kebaikan ke pedalaman
sudah biasa saya lalui.

Dari berbagai daerah pedalaman yang
sudah saya kunjungi di Indonesia Timur, ada hal yang membuat saya
terkagum-kagum dan menjadi pelajaran untuk kita yang berada di kota-kota besar,
yaitu toleransi. Saat ini kata toleransi sedang hangat dibicarakan, tetapi tidak
di pedalaman NTT. Urusan toleransi di sana sudah selesai atau bisa
dikatakan bukan lagi sesuatu yang perlu diperdebatkan. Bukan hanya toleransi
antarwarga sekitar, tetapi juga terhadap orang asing atau pendatang baru pun sangat hangat terasa. Kehangatan toleransi antarumat
beragama di sana saya rasakan dimulai dari berpijaknya kaki saya di tanah
pedalaman NTT. Mulai dari disambutnya dengan tari-tarian bahkan sampai
disiapkannya makanan yang dimasak khusus untuk saya yang beragama islam. Menu
yang dihidangkan pun sangat istimewa dengan menyajikan daging ayam untuk
menjamu kami. Padahal, daging ayam di sana terhitung makanan mewah, bahkan demi
menyajikan untuk tamu bisa sampai minjam ke tetangga. Walaupun mayoritas
beragama katolik, mereka sangat mengetahui kebiasaan penyajian makanan untuk
muslim, sehingga saat hendak menyajikan makanan, mereka meminta tolong untuk
saya yang menyembelih ayamnya dan mereka yang memasaknya. Hal tersebut membuat
saya terharu dan semakin semangat dalam menyalurkan kebaikan dari Sahabat
Pedalaman.

Adapun hal yang dapat menjadi pelajaran untuk kita adalah gotong royong antarwarga saat membangun masjid. Perlu diketahui, masjid di daerah pedalaman NTT memang sangatlah jarang, apalagi jika dibandingkan dengan masjid di kota-kota besar terutama di Jawa. Saat bantuan tiba dari Sahabat Pedalaman, masyarakat berbondong-bondong membangun masjid tersebut tanpa memandang suku, ras, dan agama, bahkan sudah menjadi hal biasa saat melihat muslim dan non-muslim menggotong kubah masjid bersama-sama. Selain itu, jika ada acara syukuran atau hajatan di antara warga, maka dapur yang digunakan untuk memasak pun dibuat terpisah antara dapur untuk makanan non-muslim dan muslim.

Banyak hal yang dapat kita pelajari
dari kebiasaan saudara kita di pedalaman NTT, terutama perihal toleransi antarumat beragama. Jika ada kesempatan, mari kita bersama-sama merasakan indahnya
toleransi di pedalaman NTT.