DINA: Mengarungi Lautan, Menyapa Pedalaman

Hai, Sahabat Pedalaman!

Perkenalkan, namaku Dina Aqmarina Yanuary. Aku berasal dari Purwakarta. Aku menempuh studi Jurnalistik di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran dan lulus pada 5 Februari 2017 silam. Setelah menyelesaikan studi, tantanganku selanjutnya adalah bisa menghadirkan kebermanfaatan di tengah masyarakat. Upayaku untuk menghadirkan kebermanfaatan ini diwujudkan dengan bergabung menjadi bagian Insan Bumi Mandiri (IBM), tidak berselang lama setelah hari kelulusanku.  Bergabung menjadi Insan IBM sejak pertengahan Februari 2017, kini aku diamanahi di posisi Head of Project Management. Amanah utamaku adalah untuk menjaga agar seluruh bantuan program yang dipercayakan para donatur dan mitra kepada IBM bisa terealisasi sesuai sasaran dan kemanfaatan terbesarnya.  Salah satu tuntutan sekaligus tantangan di posisi ini adalah penugasan untuk turun langsung ke wilayah pedalaman. Kegiatan ini membuatku harus banyak berkenalan dengan wilayah perairan dan kepulauan di Indonesia Timur.

Di setiap perjalanan mengarungi lautan dan menyapa masyarakat di pedalaman inilah, aku mendapatkan begitu banyak pengalaman berharga. Saat bertugas di Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) misalnya. Aku bertemu dengan seorang figur perempuan tangguh yang akrab dipanggil Mama Yani. Dia adalah awak kapal di Alor. Meski satu-satunya awak perempuan, tapi ia bertugas untuk mengangkat jangkar hingga berkali-kali sepanjang perjalanan. Bagiku, ini hal yang luar biasa. Ternyata, banyak perempuan di pelosok NTT ini yang melakukan pekerja berat, seperti mengangkat batu, bahan bangunan, atau menjadi awak kapal seperti Mama Yani. Lalu bagaimana dengan kondisi anak-anak di pedalaman yang harus ditinggalkan ibunya untuk bekerja? 

Berdasarkan pengamatanku, anak-anak di sana sangatlah mandiri. Saat orangtua mereka pergi mencari nafkah, mereka seringnya bermain dan berenang di laut bersama teman-teman sebayanya. Jajanan mereka pun sangat sederhana, misalnya saja dengan memakan mie instan yang diremuk dan dicampur bumbu tanpa dimasak. Mereka tampak sangat senang menyantapnya seusai berenang. Rendahnya kualitas makanan yang dimakan oleh anak-anak pedalaman inilah Sahabat, yang menjadi potensi penyakit bagi mereka. Sering kita temukan anak-anak yang bermain terkena flu dan pilek. Bahkan, ada pula anak-anak yang dinyatakan mengalami gizi buruk. Warga di pedalaman ini jauh dari akses fasilitas umum seperti Puskesmas hingga pasar. Jarak ke kota yang menjadi pusat lokasi fasilitas-fasilitas ini, harus mereka tempuh hingga berjam-jam menggunakan kapal motor.

Oiya, ada lagi pengalaman menarik yang kutemui di Alor ini kala menyalurkan amanah Qurban. Waktu itu, aku dan salah satu relawan kami, Ustadz Kadir melakukan perjalanan tugas untuk memenuhi hewan untuk program Qurban di pedalaman. Saat kami berupaya membeli hewan di Desa Darang, Pantar Timur, Alor NTT, surutnya air laut membuat perahu kami tak bisa merapat ke tepian untuk mengambil kambing qurban. Sehingga, Ustadz Kadir dengan sigap berenang memindahkan kambing dari sampan penggembala lokal di sana untuk kami bawa dengan kapal motor menuju Desa Treweng. Saya dan Ustadz Kadir selesai memobilisasi hewan-hewan ini hingga jam 1 pagi. Meski lelah, tapi sungguh menyenangkan bisa menyalurkan hewan-hewan qurban ke beberapa titik di pedalaman Alor. Setelah penyaluran qurban di Alor, aku kembali ditugaskan ke Pulau Lembata untuk penyaluran qurban selanjutnya. Aku harus menempuh perjalanan dengan kapal motor selama tujuh jam. Ya! Tujuh jam dengan gelombang besar di laut lepas.


Ekstremnya lagi, ternyata belum pernah ada salah satu dari kami, baik itu awak kapal atau tim IBM yang pernah ke Lembata dengan kapal motor. Benar-benar pengalaman pertama yang menyenangkan. Meskipun demikian, kami tetap melanjutkan perjalanan dengan kondisi kapal yang sederhana dan navigasi mengandalkan intuisi awak kapal. Meski sempat dihinggapi rasa khawatir tersesat di lautan, Alhamdulillah kami pun bisa sampai di Pulau Lembata.

Tahukah Sahabat? Saat kami menaiki dermaga, ternyata bentuknya sudah tak utuh. Papan dermaga banyak yang dicuri orang tak bertanggung jawab, sehingga dermaga ini hanya tersisa tiang dan rangkanya saja.  Dengan segala hambatan yang dihadapi, Alhamdulillah satu lagi tugas telah tertunaikan. Semua lelah kami terbayar dengan terpenuhinya amanah qurban dari Sahabat Pedalaman untuk masyarakat Lembata. 

Yap, itulah beberapa penggalan kisahku kala mengarungi lautan untuk menemui masyarakat di pedalaman. InsyaAllah, ini menjadi upaya kami di IBM untuk menjaga amanah dan memberikan kinerja terbaik untuk seluruh sahabat di pedalaman. Harapanku, dengan usaha kita bersama, kualitas kehidupan masyarakat di pedalaman Indonesia bisa semakin baik dari waktu ke waktu. 

Sampai jumpa dalam kisah dari pedalaman selanjutnya. Terus semangat untuk menjadi #SahabatPedalaman ya… Terima kasih…