Inspiratif

Mengenal 5 Kerajaan Islam di NTT

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah sebuah provinsi yang berada di sebelah timur Pulau Bali dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Diperkirakan Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara pada akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16 di Pulau Solor yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Flores Timur. Penyebar agama Islam pertama di Nusa Tenggara Timur yaitu oleh seorang ulama dan pedagang asal Palembang yang bernama Syahbudin bin Salman Al-Faris.

Menurut Munandar, Solor menjadi daerah pertama penyebaran agama Islam di NTT karena letaknya yang strategis serta mempunyai bandar-bandar penting di Pamakayo, Lohayong, Menanga dan Labala. Bandar-bandar itu sangat penting bagi kapal yang menunggu angin untuk melanjutkan pelayaran ke Pulau Timor dan Maluku.

Kerajaan Islam di NTT

Tahukah Sahabat? Keberadaan Situs Menanga, Solor, Flores Timur dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagian belum diketahui masyarakat Indonesia secara luas, khususnya umat Islam. Padahal, lokasi kesultanan ini merupakan jejak paling awal atau pintu masuknya Islam pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) disusul Pulau Alor dan Ende. Solor, Alor dan Ende adalah tiga gerbang utama masuknya Islam ke NTT. 

Di tiga wilayah itu pernah hadir kerajaan/pemerintahan Islam. Situs Menanga menunjukkan bahwa daerah tersebut pernah menjadi pusat kendali pemerintahan persekutuan Solor Watan Lema (Kerajaan Lima pantai) dari tiga Pulau (Solor, Adonara dan Lembata). Persekutuan kerajaan Islam itu meliputi Lohayong, Lamahala, Lamakera, Terong, Labala.

Persekutuan lima kerajaan kecil yang dibangun masyarakat muslim bertujuan untuk melawan bangsa Portugis yang telah membangun benteng di Lohayong. Kini, benteng tersebut dikenal sebagai Benteng Lohayong atau Benteng Fort Henricus. Bangsa Portugis tiba di Solor sekitar tahun 1561. Mereka membangun Benteng Lohayong pada tahun 1566. Saat itu, masyarakat Solor dan sekitarnya meminta Sultan Menanga memimpin perlawanan terhadap Portugis.

Perlawanan Sultan Menanga bersama Kerajaan Lima Pantai terhadap Portugis didukung oleh VOC. VOC sendiri ingin mengalihkan kekuasaan Portugis di daerah Lohayong. Sebagai imbalan untuk Sultan Menanga, VOC akan mengakui kedaulatan persekutuan Solor Watan Lema. Mengenai tujuan VOC menggeser Portugis tidak lepas dari kepentingan mereka untuk mendapatkan keuntungan dari kepergian Portugis.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Kerajaan Islam di Papua

Sejarah Singkat 5 Kerajaan Islam NTT yang Tergabung dalam Persekutuan

Lima kerajaan kecil yang didirikan oleh masyarakat Muslim NTT membuat persekutuan untuk melawan Portugis di Pulau Solor, NTT yang dikenal dengan sebutan persekutuan Solor Watan Lema atau Kerajaan Lima Pantai.

Berikut kerajaan yang tergabung dalam persekutuan:

1. Kerajaan Lohayong

Lohayong sering disebut sebagai kerajaan tertua dari Kerajaan Islam Lima Pantai (Solor Watan Lema). Anggapan ini dinisbahkan pada lokasi Lohayong sebagai Pelabuhan transito penting di daerah NTT.

Lohayong berada di Pulau Solor bagian tengah. Lokasinya yang berada di persimpangan antara Ternate di Utara, komoditi kayu cendana di Selatan, dan sejarah kekuasaan Majapahit di Dompu, menjadikan Lohayong daerah yang paling strategis.

Koalisi Kerajaan Lima Pantai dibantu oleh VOC berhasil merebut Benteng Portugis di Lohayong pada tahun 1645. Selanjutnya, pemerintahan persekutuan Kerajaan Lima Pantai dipusatkan di Lohayong yang dipimpin oleh Sultan Menanga.

2. Kerajaan Lamakera

Kerajaan Lamakera berada di Pulau Solor, tepatnya di sebelah timur dari Kerajaan Lohayong. Lamakera menjadi tempat pertama yang disinggahi Sultan Menanga di Pulau Solor, sebelum akhirnya menyiarkan agama dan membangun pemerintahan di Menanga, sebuah lokasi di perbatasan antara Lohayong dan Lamakera.

Diantara Kerajaan Lima Pantai, Lamakera menjadi tempat yang nantinya paling dinamis dari sisi perkembangan pendidikan dan kebudayaannya. Gerakan Pendidikan Islam yang berpengaruh di NTT lahir dari Lamakera ini, dipelopori oleh Abdul Syukur (Putra Raja Lamakera, Ibrahim Dasi). Saat ini, Lamakera merupakan daerah yang memiliki masjid terbesar dan termegah di NTT.

3. Kerajaan Lamahala

Secara geografis, Kerajaan Lamahala merupakan kerajaan terkecil diantara 4 kerajaan lainnya. Lamahala, yang tidak lebih besar dari sebuah desa, sekarang menjadi distrik administratif desa yang terletak di selatan Pulau Adonara. 

Masyarakat Lamahala cenderung spontan dan relatif puritan dalam beragama. Mereka mempunyai semangat tinggi dalam membela agama. Sejumlah organisasi keagamaan yang cenderung nasional dan puritan pun hadir di wilayah ini di wilayah ini.

Baca Juga: Mengenal Sejarah Kerajaan Islam di Papua

4. Kerajaan Terong

Kerajaan Terong berada di sebelah Kerajaan Lamahala di Pulau Adonara. Pulau Adonara terbagi dalam 4 daerah kekuasaan yaitu Kerajaan Larantuka, Kerajaan Adonara, Kerajaan Lamahala, dan Kerajaan Terong.

Karakter masyarakat dan kepemimpinan sosial di Kerajaan ini terkesan berwarna Islam tradisional. Hal ini ditandai dengan ritual-ritual keagamaan yang cenderung masih mempertahankan nilai serta tradisi dan pengakuan adanya karomah wali. Beberapa nama yang pernah menjadi raja di Kerajaan Terong ini antara lain Labe Tawake (1927) hingga Kapitan Pura (1921-1929).

5. Kerajaan Labala

Kerajaan Labala terletak di Pulau Lembata. Kekuasaan Pulau Lembata dibagi menjadi 3 kerajaan, diantaranya Larantuka, Adonara dan Labala. Hanya Labala yang mendeklarasikan dirinya sebagai Kerajaan Islam. Sedangkan Adonara tidak menyatakan diri sebagai Kerajaan Islam, walaupun pada prakteknya banyak keluarga kerajaan yang beragama Islam. Beberapa raja yang pernah memerintah Labala di Pulau Lembata ini adalah Ata Getak (1879-1896); Baha (1897-1952); dan Ibrahim Baha (1926-1930).

—-

Referensi:

https://www.researchgate.net/publication/325147781_Situs_Menanga_Solor_Flores_Timur_Jejak_Islam_di_Nusa_Tenggara_Timur_NTT
https://www.researchgate.net/publication/325147781_Situs_Menanga_Solor_Flores_Timur_Jejak_Islam_di_Nusa_Tenggara_Timur_NTT
https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/20/150000279/penyebaran-islam-di-nusa-tenggara-timur?page=all