Ekonomi

Memahami Dampak Kemiskinan Kultural di Indonesia

potret kemiskinan kultural

Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan sosial yang masih terus terjadi. Sejak dulu hingga saat ini, berbagai negara di dunia pun masih berusaha untuk mengentaskan permasalahan kemiskinan, begitu pula dengan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. 

Setelah puluhan tahun berjuang mengakhiri permasalahan kemiskinan pada masyarakatnya, nyatanya isu kemiskinan di Indonesia hingga kini belumlah berakhir. Menurut data BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2021 masih berada di angka 9,71%.

Ada banyak definisi yang menjelaskan tentang kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan maupun non-makanan. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah suatu batas atau disebut sebagai garis kemiskinan.

Apabila dibedakan dari faktor penyebab dan pengertiannya, para ahli membagi kemiskinan menjadi empat jenis. Salah satu jenis kemiskinan tersebut adalah kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang terbentuk karena kebiasaan masyarakat yang sudah menjadi budaya, baik itu dari nilai-nilai yang diusung, pemikiran, maupun cara kerja. 

Kemiskinan kultural juga dapat diartikan sebagai kemiskinan mental atau budaya, karena disebabkan oleh pengaruh pandangan atau kebudayaan yang dianutnya. Kemiskinan semacam ini tentunya berdampak pada kehidupan masyarakatnya. Seperti apakah dampak kemiskinan kultural bagi masyarakat Indonesia? Berikut penjelasannya! 

Dampak Kemiskinan Kultural di Indonesia

1. Menimbulkan Sifat Malas dan Pasrah 

Danpak kemiskinan kultural yang pertama adalah memunculkan sifat malas dan pasrah terhadap masyarakatnya sendiri. Ketika kemiskinan kultural telah menjadi budaya dan pola pikir, maka masyarakatnya pun akan menganggap jika kemiskinan yang dialaminya adalah nasib yang tak bisa diubah dan harus mereka terima. 

Baca juga: Perbedaan Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural

Padahal pola pikir inilah yang menciptakan sifat malas dan pasrah serta justru membuat mereka tak bisa keluar dari masalah kemiskinan itu sendiri. Dampak kemiskinan kultural seperti inilah yang harus diubah agar bisa meningkatkan etos kerja masyarakat hingga akhirnya bisa keluar dari lingkaran kemiskinan itu sendiri. 

2. Meningkatkan Potensi Kekerasan atau Kriminalitas 

Tak hanya menimbulkan sifat malas dan pasrah, dampak kemiskinan kultural juga bisa meningkatkan potensi terjadinya tindak kekerasan atau kriminalitas. Dengan anggapan bahwa  kemiskinan adalah suatu keniscayaan, maka ada potensi jika masyarakat miskin berpikir bahwa perbuatan-perbuatan yang melanggar  peraturan  menjadi  sesuatu  yang  wajar  terjadi.

Budaya  kemiskinan  berpotensi membuat  tindakan-tindakan  kekerasan  dianggap sebagai  sesuatu yang  sah. Kekerasan  menjadi  makanan  mereka  sehari-hari, di mana tampak bahwa kemiskinan itu memaksa mereka melakukan tindakan kriminalitas. 

Misalnya orang miskin di perempatan lampu merah yang beroperasi  setiap  hari  dengan  pola  yang  sama.  Mereka mendekati  mobil  ketika lampu merah menyala  dengan  menengadahkan  tangannya untuk meminta-minta, sambil membawa ‘peralatan kerja’ berupa benda logam yang runcing yang akan dipergunakan ketika kondisi mereka ‘terjebak’. 

Saat mereka tidak mendapatkan  apa  yang  mereka  minta,  muncul pikiran  bahwa  mereka harus  makan  hari  itu,  sedangkan  uangpun  tak  ada.  Kondisi  ini  menyebabkan mereka  tertekan  dan  tanpa  berfikir  panjang  mereka  pun  melakukan  tindakan kekerasan.

3. Kemiskinan yang Terus Diwariskan 

Permasalahan kemiskinan yang akan terus diwariskan dari generasi ke generasi juga menjadi salah satu dampak kemiskinan kultural. Kebanyakan masyarakat yang terbelenggu oleh pola pikir bahwa kemiskinan yang mereka miliki adalah nasib atau takdir yang harus dijalani akan mewariskan pola pikir yang sama pada anak-anak dan keturunannya. 

Generasi di bawah mereka akhirnya kembali terjebak pada sifat malas menuntut ilmu, malas bekerja, dan malas berusaha. Setelah mereka dewasa, generasi ini pun kembali terjebak dalam lingkaran kemiskinan. 

Hal semacam ini terus berulang hingga generasi seterusnya karena pola pikir mengenai kemiskinan yang tidak diubah. Pada akhirnya, kemiskinan akan terus diwariskan dan menjadi permasalahan yang tak kunjung berakhir. 

4. Tidak Terserapnya Sumber Daya yang Tersedia

Dampak kemiskinan kultural juga berpengaruh terhadap tidak tergarapnya sumber daya yang ada di sekitar masyarakat tersebut. Kurangnya etos kerja akibat pola pikir para masyarakatnya akan mengurangi kreativitas mereka dalam menggarap berbagai sumber daya yang ada. 

Hal ini sangat disayangkan, terlebih apabila masyarakat tersebut hidup di lingkungan yang kaya akan sumber daya untuk diolah. Padahal potensi sumber daya tersebut bisa dioptimalkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya dan diharapkan bisa mengakhiri kemiskinan yang terjadi. 

Itulah dampak kemiskinan kultural terhadap kehidupan masyarakatnya. Melihat banyaknya dampak kemiskinan kultural yang bisa terjadi, sudah seharusnya jika permasalahan kemiskinan ini harus ditangani dengan cara yang tepat. 

Mengakhiri permasalahan sosial yang cukup besar seperti kemiskinan tentu membutuhkan perubahan besar dari setiap aspek yang terlibat. Namun Sahabat bisa memulainya dari hal kecil dengan membantu warga miskin di pedalaman yang mengalami berbagai keterbatasan untuk bertahan hidup. Klik di sini untuk kirimkan kebaikanmu. 

kebaikan untuk pedalaman

Referensi

https://www.researchgate.net/publication/317430714_Konsep_Kemiskinan_Kultural
https://www.gramedia.com/literasi/kemiskinan/
https://www.bps.go.id/