Suku Nusa Tenggara Timur (NTT)
Daftar Isi
Suku Alor
Pertama, ada Suku Alor yang menghuni kepulauan Alor. Suku Alor terdiri dari berbagai macam sub-suku, yaitu Abui, Alor, Belagar, Deing, Kabola, Kawel, Kelong, Kemang, Kui, Lemma, Maneta, Mauta, Seboda, Wersin, dan Wuwuli. Pada masa lampau, sub-sub suku tersebut hidup masing-masing di wilayah perbukitan dan pegunungan. Konon katanya mereka melakukan hal tersebut menghindari peperangan dan tekanan dari dunia luar.
Salah satu keunikan dari Suku Alor adalah rumah adatnya. Rumah adat Suku Alor dibuat dengan menggunakan metode tradisional, memiliki tiang kayu bulat dan tinggi yang beratapkan alang-alang atau ijuk berbentuk bulat. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu atau daun lontar maupun papan.
Tentunya, sebagai sebuah pulau, Pulau Alor dikelilingi oleh lautan. Selain itu, perkebunan juga banyak ditemui di sana. Suku Alor terkenal akan perikanan dan pertaniannya.
Salah satu keunikan dari Suku Alor adalah mereka memiliki tarian khas yang disebut Lego-Lego. Tarian ini akan dilakukan secara kolektif di mana penari satu dan lainnya akan bergandengan tangan dan membentuk lingkaran sambil mengelilingi tiba buah batu bersusun yang disebut sebagai “mesbah”. Selain menari, mereka juga akan melantunkan sebuah lagu pantun dalam bahasa adat yang diiringi oleh gong dan moko serta dilakukan semalaman.
Suku Atoni
Suku Atoni berdiam di pedalaman Pulau Timor wilayah barat yang datarannya berupa bukit-bukit kering, misalnya Amarasi, Fatu Leu, Amfoan, Mollo, Amanuban, Amanatun, Miomafo, Insana, dan Beboki.
Jumlah populasi suku ini sekitar 300.000 jiwa. Orang di luar Suku Atoni menyebut mereka dengan berbagai macam sebutan. Misalnya, orang Tenun menyebutnya dengan Orang Dawan, Orang Bunak menyebutnya dengan Orang Rawan, sedangkan penduduk Kupang menyebut mereka dengan Orang Gunung.
Sebagian besar masyarakat Suku Atoni bekerja sebagai peternak maupun petani tradisional. Mereka banyak menanam tanaman pokok seperti jagung dan padi. Selain itu, mereka juga menanam bawang-bawangan, wortel, dan beberapa jenis sayuran lainnya.
Suku Atoni memiliki sebuah bangunan tradisional besar di Desa Maslete yang bernama Sonaf Nis None. Bangunan tersebut memiliki panjang 8,7 meter, lebar 11,6 meter, dan tinggi 5,2 meter. Hal tersebut menunjukkan status pengguna dari Sonaf Nis None itu sendiri, yakni usif (raja) yang merupakan golongan tertinggi pada suku Atoni. Bangunan ini menjadi keunikan tersendiri bagi Suku Atoni.
Baca juga: 7 Pakaian Adat NTT yang Memiliki Keunikan dan Khas Masing-Masing
Suku Ende
Suku Ende adalah salah satu suku mayoritas di Kabupaten Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Bersamaan dengan Suku Lio, suku Ende hidup mendiami Kabupaten Ende. Suku Lio mengisi daerah pegunungan sedangkan Suku Ende mengisi daerah pesisir di bagian selatan Kabupaten Ende.
Mayoritas orang dari Suku Ende sudah bekerja secara modern. Pekerjaan tersebut di antaranya meliputi berdagang hingga bekerja di kantor pemerintahan. Meski begitu, masih banyak juga masyarakat Suku Ende yang bekerja sebagai nelayan.
Suku Ende terkenal akan kerajinan tenun ikatnya. Proses pembuatan tenun ini masih kental dengan adat istiadat yang erat kaitannya dengan hal mistis dan gaib. Kain hanya boleh dibuat oleh wanita menggunakan bahan-bahan pewarna alami seperti kulit kayu, akar, batang, dan dedaunan. Proses pembuatannya pun masih manual, tanpa menggunakan mesin. Tenun ini memiliki tiga warna utama, yakni putih, biru, dan merah, sesuai dengan warna Danau Kelimutu.
Suku Manggarai
Suku Manggarai memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Suku ini mendiami Kabupaten Manggarai yang terletak di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain menghuni Kabupaten Manggarai, penduduk Suku Manggarai juga menghuni Kabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Manggarai Timur.
Salah satu keunikan dari suku Manggarai adalah mereka memiliki permainan tradisional yang bernama Caci. Permainan ini dibungkus dalam bentuk tarian ketangkasan bela diri di mana para pemainnya akan menggunakan perisai dan pecut, kemudian saling serang.
Bahasa Manggarai terdiri atas beberapa dialek, misalnya dialek Pe, Mabaik, Rejong, Mbaen, Pota, Manggarai Tengah, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat. Empat dialek pertama bisa jadi merupakan bahasa dari sekelompok suku bangsa tersendiri yang tunduk kepada orang Manggarai zaman dahulu.
Suku Ngada
Sebenarnya, Suku Ngada itu terdiri dari berbagai macam sub-suku. Sub-suku tersebut meliputi Ngada, Maung, Riung, Rongga, Nage Keo, Bajawa, dan Palue. Satu yang membedakan sub-sub suku tersebut adalah aksen yang mereka gunakan.
Penduduk Suku Ngada mendiami Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Ngada. Diperkirakan populasi dari suku ini mencapai 155.000 jiwa. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.
Salah satu keunikan dari Suku Ngada adalah mereka memiliki rumah adat yang bernama Nua. Rumah-rumah tersebut berdiri membentuk pola bulat telur atau persegi panjang dengan posisi mengelilingi lapangan yang biasa digunakan untuk berkumpul dan mengadakan upacara.
Suku Rote
Suku lainnya yang menghuni Nusa Tenggara Timur adalah Suku Rote. Penduduk dari Suku Rote mendiami beberapa wilayah di Pulau Rote, yaitu wilayah Ndao dan sebagian wilayah pantai barat Pulau Timor. Populasi dari suku ini diperkirakan mencapai sekitar 88.000 jiwa.
Bahasa asli Suku Rote adalah bahasa Roti. Bahasa tersebut termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia yang terbagi ke dalam beberapa dialek, yaitu dialek Rote Barat Daya, Rote Barat Laut, Lobalain, Rote Tengah, Rote Timur, dan dialek Pantai Baru.
Salah satu yang menjadi keunikan dari Suku Rote di NTT adalah pakaian adatnya. Untuk pria, kemeja putih polos lengan panjang dipadukan dengan kain tenun sebagai pengganti celana. Ditambahkan pula kain yang disampirkan di pundak kanan hingga pinggang kiri dengan motif yang senada seperti bawahannya. Apabila tidak menggunakan kemeja polos, para pria Suku Rote juga biasanya bertelanjang dada, sehingga hanya menggunakan kain yang disilangkan untuk menutupi separuh dada. Sedangkan untuk wanita, kain tenun digunakan di seluruh badan sehingga membentuk sebuah baju terusan.
Tak hanya sampai situ, pakaian adat khas Suku Rote juga memiliki ciri khas lain, yaitu “Ti’i Langga” yang merupakan topi khas Rote dengan bentuk menyerupai topi Meksiko yang dipakai oleh para pria. Sedangkan untuk para wanita, ada aksesoris yang bernama “Bula Molik” yang berbentuk bulan sabit dan dipakai pada dahi. Selain itu, mereka juga akan mengenakan selempang, sarung, serta ikat pinggang yang terbuat dari perak atau emas bernama “pendi”. Sebagai pelengkap, wanita Rote yang mengenakan pakaian adat juga memakai kalung di leher yang bernama “habas”
Itulah enam suku yang ada di Nusa Tenggara Timur. Suku-suku di atas hanyalah sebagian kecil dari banyaknya suku-suku di Nusa Tenggara Timur. Setiap suku memiliki keunikannya masing-masing, entah itu dari sisi rumah adat, permainan tradisional, maupun baju adatnya.
Di balik keberagamannya dan keindahannya, sayangnya di bulan Ramadhan ini masih banyak saudara-saudara muslim kita di pedalaman NTT melakukan puasa dengan keadaan seadanya. Mereka biasa berbuka dengan jagung titi atau ikan hasil tangkapan. Maka dari itu, agar mereka juga merasakan kebahagiaan Ramadhan, mari berikan paket buka puasa untuk mereka bersama Insan Bumi Mandiri!
Baca juga: Kenali 10 Tarian Tradisional Nusa Tenggara Timur
Sumber artikel:
https://voi.id/bernas/42486/suku-suku-di-ntt-dan-fakta-menarik-tentangnya
https://kataomed.com/budaya/mengenal-6-suku-yang-ada-di-nusa-tenggara-timur