Masjid lebih sering dikenal sebagai tempat ibadah bagi umat Islam. Padahal, fungsi masjid lebih dari sekedar itu. Dalam sejarah perkembangan Islam, masjid digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang mengakomodir kepentingan umat, seperti pengajian, belajar baca tulis Alquran, tempat musyawarah, dan lain sebagainya.
Bagi umat muslim di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang jumlahnya minoritas, kehadiran masjid menjadi sangat penting bagi mereka. Di tengah segala keterbatasan, keberadaan masjid bagai oase di tengah gurun yang panas.
Masjid sebagai Pusat Kegiatan Muslim
Tak hanya digunakan untuk sholat, masjid-masjid di pedalaman juga digunakan sebagai pusat kegiatan muslim di sana, tempat masyarakat yang ingin mengenal Islam lebih jauh hingga akhirnya menjadi mualaf.
Sayangnya, kebanyakan dari masjid-masjid tersebut kondisinya memprihatinkan. Berikut adalah kondisi 4 masjid di tengah hutan yang ada di pedalaman NTT:
1. Mushola Al Jihad, Dusun Kembo
Bangunan ini adalah tempat sholat masyarakat di Dusun Kembo, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena keterbatasan biaya, warga hanya mampu membangun mushola dengan bahan-bahan seadanya seperti bambu, jerami, besi, dan semen.
Meski berukuran sempit sehingga disebut, warga tetap menggunakan tempat ini untuk sholat sehari-hari. Terang saja, dibutuhkan jarak sejauh 2 kilometer untuk menuju masjid terdekat sehingga warga lebih memilih sholat di mushola mereka yang kini sudah mulai rusak dimakan usia. Bantu warga Dusun Kembo merenovasi masjid mereka.
2. Masjid Bambu Nurusahada, Kampung Bawek
Warga Kampung Bawek, Pulau Flores, NTT harus menempuh perjalanan sejauh 6 kilometer untuk menuju masjid terdekat. Hal itu membuat mereka tergerak untuk membangun masjid sendiri di kampung mereka. Menyisihkan sebagian penghasilan sebagai petani, warga pun patungan bergotong royong membangun masjid.
Kegiatan itu berlangsung 15 tahun yang lalu. Kini Masjid Nurusahada memang masih berdiri, tapi dindingnya yang terbuat dari bambu sudah mulai lapuk, dindingnya penuh lubang, dan atapnya sudah dipenuhi karat. Bantu petani Kampung Bawek membangun kembali masjid mereka.
3. Masjid Jabal Nur, Desa Campang Soba
Berada jauh di pedalaman, masjid di tengah hutan ini dibangun pada tahun 1990. 30 tahun kemudian masjid ini masih digunakan oleh 270 jamaah warga di Desa Campang Soba. Mereka masih bersemangat beribadah di Masjid Jabal Nur meskipun sudah tak layak lagi digunakan.
Kayu-kayunya sudah mulai retak dan dindingnya penuh lubang. Debu, hujan, dan angin pun bisa leluasa masuk ke dalam masjid dan mengganggu jamaah yang sedang khusyuk beribadah.
4. Masjid Al Mukhlisin, Nanga Baras
Sudah satu tahun sejak terakhir kali warga di Kelurahan Nanga Baras, NTT bermimpi memiliki masjid. Mimpi yang berasal dari keinginan warga punya masjid sendiri sehingga tak perlu berjalan 3 kilometer untuk sholat berjamaah.
Mimpi itu terus ada hingga mereka memutuskan untuk berswadaya membangun masjid mereka sendiri. Sayangnya, keterbatasan biaya membuat mimpi mereka kandas di tengah jalan.
Masjid yang diberi nama Al Mukhlisin itu kini tinggal kenangan, menyisakan fondasi yang sudah terbengkalai, besi-besinya sudah berkarat, dan tanaman liar tumbuh menutupi fondasi bangunan. Wujudkan mimpi mereka di sini.
Sahabat, itulah 4 masjid di tengah hutan yang ada di pedalaman. Meski serba terbatas, warga minoritas muslim di sana tetap beribadah dengan semangat. Mari kita doakan agar mereka mendapatkan masjid yang layak dan nyaman digunakan. Amin ya rabbal alamin.