Tentang IBM

Jelang HUT RI Ke-77, Sudahkan Indonesia Merdeka dari Kemiskinan?

upaya untuk merdeka dari kemiskinan

Awal mula kemerdekaan Indonesia, kata merdeka berhubungan erat dengan penjajahan dan kedua kata tersebut memiliki arti yang bertabrakan satu sama lain. Para pendiri bangsa yang telah berjuang, memaknai kata merdeka yakni terlepas dari belenggu penjajahan fisik sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 alenia pertama yakni “Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan…” dan pada alinea ketiga yakni “supaya berkehidupan yang bebas….”.

Cita-cita sebuah bangsa kala penjajahan adalah hanya ingin terbebas, tidak dikekang atau dibelenggu, tidak dipaksa melayani bangsa asing dan banyak lainnya. Namun apakah makna kemerdekaan hanya sebatas bebas dari penjajahan saja di masa saat ini? Padahal dalam bahasa sansekerta merdeka sendiri berarti kaya, sejahtera dan kuat. Ingat yang perlu kita garis bawahi adalah kaya, sejahtera dan kuat. Antonim dari kata kaya adalah miskin.

Dalam Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau sering kita kenal dengan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) Presiden Soekarno pernah berkata dalam pidatonya yang berkharisma “Tidak boleh ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Lalu apakah pidato Presiden Soekarno sudah terwujud? Apakah Indonesia sudah terbebas dari kemiskinan?.

5 Faktor Utama Penyebab Kemiskinan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS) bahwa pada Maret 2022 angka kemiskinan di Indonesia mencapai 26,16 Juta jiwa yang berarti tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 10.54 %. Tentu saja angka ini cukup terbilang besar dan menjadi perhatian publik. Adapun kemiskinan sendiri tidak terjadi begitu saja. Hal tersebut tentu saja ada faktor yang menyebabkan terjadinya. Lalu apa saja faktor-faktor kemiskinan.

1. Tingkat Pendidikan dan Kualitasnya yang Rendah.

Tingkat pendidikan suatu negara akan sangat mempengaruhi sumber daya manusia yang diciptakannya. Kebutuhan Pendidikan yang merta dan terpenuhi dengan kualitasnya yang bagus akan membuat masyarakat mampu bersaing karena memiliki keterampilan, wawasan dan daya nalar yang baik pula. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika tahun 2021 bahwa di Indonesia terdapat 1,38 juta anak yang tak mengenyam Pendidikan sekolah dasar, 13,91 juta anak yang yang tak mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama dan 44,49 juta anak yang tak mengenyam pendidikan sekolah menengah atas.

Jumlah angka-angka tersebut banyak dialami oleh anak-anak di desa. Ini adalah fakta bahwa perekonomian dan pendidikan belum tersebar rata ke seluruh Indonesia terutama Indonesia bagian timur. Sebagai perbandingan Indonesia bagian timur seperti Nusa Tenggara Timur memiliki masalah yang tinggi di seluruh usia terkait erat buta huruf dibanding dengan Ibu Kota Jakarta.

Persentase penduduk buta huruf pada 2021 dengan kategori Usia 15 tahun di Nusa Tenggara Timur sebesar 6,15 % sedangkan di Jakarta hanya sebesar 0.27 %, lalu kategori usia 14-44 tahun di Nusa Tenggara Timur sebesar 2,13% sedangkan di Jakarta sebesar 0,07 % dan kategori terakhir usia 45+ tahun di Nusa Tenggara Timur sebesar 13,79% sedangkan di Jakarta sebesar 0.61 %.

Upaya meningkatkan pendidikan dapat dilakukan dengan bantuan beasiswa pendidikan, meningkatkan fasilitas pendidikan terutama di pedalaman dan meningkatkan kembali kualitas dan kuantitas para pendidik terutama untuk daerah-derah dengan angka pendidikannya yang rendah.

Baca Juga: Sebaik Apa Literasi di Pedalaman Indonesia

2. Lapangan Pekerjaan yang Tak Mencukupi.

Pada Februari 2022 angka pengangguran terbuka mencapai angka 8.402.153 juta orang. Angka pengangguran terbesar ini dimiliki oleh orang yang menamatkan pendidikan SLTA umum sebesar 2.251.558 juta orang. Sedangkan pengangguran berdasarkan gelar sarjana sebesar 884.762 orang. Perlu mengingatkan bahwa menumbuhkan kesadaran pribadi adalah yang paling penting. Melihat suatu peluang pada daerah, lalu berkreasi menciptakan produk atau nilai jual dari peluang tersebut. Keadaran mecintai produk dalam negeri juga menjadi salah satu upaya mensejahterakan rakyat, membantu meningkatkan pelaku UMKM daerah.

3. Harga Kebutuhan yang Mahal

Mengingat kembali berdasar Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) pada 13 Juni 2022 harga cabai naik sebesar Rp.2.850. hingga bulan Juli daftar kenaikan harga terus terjadi yaitu cabai, gas elpiji, tarif listrik, bahan bakar minyak hingga tiket pesawat. Kenaikan-kenaikan harga ini terasa pada kemampuan membeli masyarakat lalu berdampak pada perekonomian sendiri. Kebutuhan pendidikan yang mahal, lapangan pekerjaan terbatas serta harga-harga kebutuhan yang meningkat berpotensi meningkatnya kesenjangan sosial. Dan dampak buruk dari kesenjangan sosial adalah lahirnya kriminalitas dimana-mana.

4. Kualitas Kesehatan yang Rendah

Semakin banyak jumlah penduduk suatu negara berkembang tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak pula masalah-masalah yang akan timbul. Salah satunya adalah masalah di bidang kesehatan. Data tuberculosis case tahun 2021 di dunia bahwa Indonesia menempati posisi ke-2 setelah dengan kasus sebesar 845.000 kasus. Kasus yang sama di China sebesar 833.000.

Angka ini memiliki selisih yang sedikit namun perlu diperhatikan bahwa kasus baru di Indonesia pada 2021 sebesar 312/100.000 sedangkan China hanya 70.000/100.000. tentu saja hal ini terjadi karena perbedaan kualitas penanganan serta kesadaran masyarakat itu sendiri. Belum lagi masih banyak kasus penyakit selain TBC di Indonesia seperti kanker dan diabetes. Kualitas kesehatan yang rendah ini mengakibatkan keterbatasan kemampuan fisik masyarakat dalam bekerja.

Saling mengingatkan kepada sesama untuk hidup sehat sebagai antisipasi, membantu pengobatan pada masyarakat ekonomi terbatas agar mendapat penanganan tercepat baik melalui pribadi ataupun melalui lembaga-lembaga sosial dengan berdonasi pada campign kesehatan.

Baca Juga: Cara Mencegah Gizi Buruk di Indonesia

5. Keterbatasan Sumber Daya

Indonesia memiliki sumber daya yang begitu luar biasa. Sumber daya Indonesia mencakup laut, hutan dan gunung. Pertanyaannya apakah sumber daya ini sudah mensejahterakan rakyat Indonesia seluruhnya?. Menurut Muliaman D. Hadad, Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada Oktober 2017. Bahwa 10% orang kaya di Indonesia menguasai 77% kekayaan negara.

Manfaat pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade hanya dapat dirasakan kurang lebih 20% orang kaya di Indonesia. Sedang 80% masyarakat tidak mendapat apa-apa. Sebaiknya pengelolaan sumber daya tidak dikelola oleh asing, pengelolaan oleh negara dengan keterlibatan masyarakat lokal serta memberikan benefit untuk kemajuan UMKM atau pembangunan sekitar.

Indonesia untuk merdeka dari kemiskinan membutuhkan partisipasi kita semua sebagai rakyat Indonesia. Saling mengingatkan satu sama lain, membangun kesadaran dalam bernegara dan bermasyarakat, membentuk mental dan sikap positif seperti giat bekerja dan bergandengan tangan dalam kebaikan.

bantu berdayakan pedalaman Indonesia

Referensi:
Suryanega, Ahmad Mansyur. 2017. Api Sejarah Jilid II. Surya Dinasti, 2017. ISBN 6027123729, 9786027123724.
www.beritasatu.com
www.bps.go.id