“Perjalanan Insan Bumi Mandiri dimulai sejak pelayaran pertama di Alor. Tepatnya saat kami bertemu pak guru hebat yang berenang ke tepian untuk mengajar murid-muridnya. Sekarang, ditemani banyak Sahabat Pedalaman, pelayaran kebaikan semakin jauh ke berbagai daelah pedalaman Indonesia”
Mengawal Langkah di Pedalaman
Bulan Agustus 2016, perahu yang membawa Kang Ridwan, founder sekaligus direktur utama Yayasan Insan Bumi Mandiri mengunjungi Pulau Buaya, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menghadiri sebuah acara. Saat perjalanan pulang, ada seorang bapak-bapak yang ingin menumpang di perahu.
Tampak tidak ada yang salah dengan kejadian itu, hingga di tengah perjalanan bapak-bapak yang kemudian diketahui bernama Pak Haris itu meminta turun. Padahal jarak perahu dengan daratan masih sekitar 200 meter jauhnya.
“Pak, saya turun di sini saja, sudah biasa.” Kata Pak Haris. Setelah itu, beliau langsung melompat ke laut dan berenang ke tepian dengan menenteng tasnya.
Kang Ridwan dan rombongan yang ada di perahu terkejut, tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Pak Haris. Bagaimana mungkin ada seseorang yang seberani itu berenang di tengah lautan lepas?
Usut punya usut, ternyata Pak Haris adalah seorang guru yang berasal dari Pulau Pura, Kabupaten Alor, NTT. Di Pulau Pura, terdapat 8 sekolah dasar dan 2 sekolah menengah pertama untuk memfasilitasi 5.144 penduduknya.
Jika ingin pergi ke sekolah, warga tidak bisa memakai jalur darat karena belum memungkinkan untuk dilalui kendaraan, maka perahu masih menjadi pilihan guru dan anak-anak yang menuntut ilmu di sana.
Baca Juga: Kurban di Pedalaman, 4 Tahun Berlayar di Insan Bumi Mandiri
Senyum Anak-Anak Pedalaman
Jika Alor adalah titik awal, maka Pulau Longos, Kabupaten Manggara Barat, NTT adalah perjalanan ekspansi kebaikan. Perjalanan yang tidak mudah,harus menyebrangi laut menggunakan perahu motor kecil selama 4 jam.
Namun, begitu sampai. Rasa lelah seakan hilang melihat senyum anak-anak Pulau Longos yang menyambut di dermaga. Mereka rela berpanas-panasan di bawah terik matahari demi memberikan salam dan senyum terbaik.
Anak-anak itu adalah murid Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Al Awwalul Huda, satu-satunya sekolah yang paling dekat dengan kampung warga. Kondisi sekolah sangat memprihatinkan, atapnya menganga tertiup angin, bangunan sekolah hanya berlantaikan tanah, serta dindingnya lapuk dan berlubang di mana-mana.
Meski begitu, tidak tampak sedikitpun kesedihan di wajah anak-anak itu. Mereka tetap tersenyum dan bergembira menyimak pelajaran dari Sang Guru. Padahal, anak-anak itu harus berdesak-desakan dengan 4 kawannya yang lain di satu meja.
Baca Juga: Refleksi 4 Tahun Insan Bumi Mandiri Menapaki Jejak di Pedalaman
Awalan Untuk Perjalanan Lebih Panjang
Pada akhirnya, Kang Ridwan dan rombongan memang tidak bisa berlama-lama di Pulau Longos, Pulau Alor, dan daerah lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, melihat semangat Pak Haris yang tak pantang menyerah dengan keadaan, juga menyaksikan anak-anak Pulau Longos yang tetap belajar di tengah keterbatasan membuat mereka bertekad untuk membantu lebih banyak orang lagi di pedalaman.
Langkah pertama, untuk sebuah perjalanan yang lebih panjang.
Sahabat, kita tahu bahwa ada begitu banyak masalah yang belum terselesaikan di daerah pedalaman. Namun kita juga tahu, ada banyak pula orang-orang baik di negeri ini yang tergerak hatinya ingin selalu membantu sesama. Insan Bumi Mandiri berkomitmen untuk terus menjadi jembatan kebaikan bagi Sahabat Pedalaman di seluruh Indonesia.
Selalu ada kesempatan untuk berbuat baik, yuk mulai kebaikan pertamamu di sini.